Hanya 4% Bisnis Keluarga Bertahan Hingga Generasi Keempat. Apakah Bisnis Anda Salah Satunya?

Saya paham, menjalankan bisnis keluarga sering kali terasa seperti berjalan di atas tali—rentan, menantang, dan penuh risiko. Di satu sisi, ada keinginan besar untuk menjaga tradisi keluarga, membangun kebanggaan bersama, dan menciptakan warisan yang dapat diturunkan ke generasi berikutnya. 

Anda ingin bisnis ini menjadi sesuatu yang dikenang sebagai hasil kerja keras keluarga Anda. Sesuatu yang dapat Anda banggakan saat melihat anak-anak Anda melanjutkan jejak langkah Anda.

Namun, di sisi lain, konflik kecil yang sering dianggap sepele ternyata bisa menjadi bom waktu. Ketika tidak segera diatasi, gesekan kecil bisa memicu ketegangan besar yang tidak hanya menghancurkan bisnis, tetapi juga merusak hubungan keluarga yang seharusnya menjadi fondasi utama bisnis itu.

Pernahkah Anda menghadapi situasi seperti ini?

Konflik Antar Anggota Keluarga yang Sulit Diatasi. Ayah dan anak yang tidak sepakat soal arah bisnis. Saudara yang saling diam karena pembagian tugas tidak adil. Bahkan pasangan suami istri yang berselisih karena perbedaan prioritas antara keluarga dan bisnis. Ini adalah konflik yang saya temui hampir di setiap bisnis keluarga. Jika tidak segera diselesaikan, masalah ini bisa menghancurkan baik hubungan keluarga maupun bisnis itu sendiri.

Generasi Berikutnya Tidak Tertarik untuk Melanjutkan Bisnis. “Anak saya lebih suka bikin coffee shop daripada melanjutkan usaha keluarga kami,” adalah keluhan yang sering saya dengar. Perbedaan pandangan antara generasi tradisional dan generasi milenial sering menjadi akar masalah. Generasi muda merasa tidak dilibatkan, sementara generasi tua merasa tidak dihormati. Akibatnya? Bisnis terancam berhenti di generasi saat ini.

Manajemen yang Tidak Profesional. Banyak bisnis keluarga yang mengelola keuangan dan operasional tanpa sistem yang jelas. Semua berjalan atas dasar kepercayaan. Tapi apa yang terjadi saat ada masalah? Uang habis, biaya tidak terkendali, dan bisnis kehilangan arah. Ini adalah jebakan umum yang membuat bisnis keluarga sulit berkembang dan bertahan lama.

Ketidakjelasan Penerus Bisnis. Ketika tidak ada kejelasan siapa yang akan melanjutkan bisnis, kebingungan pun muncul. Si anak pertama merasa pantas memimpin, tapi anak kedua merasa lebih kompeten. Karyawan profesional tidak dilibatkan karena seluruh keputusan hanya berdasarkan hubungan keluarga. Situasi ini sering kali memicu konflik yang lebih besar.

Perbedaan Nilai dan Visi Antara Generasi. Generasi tua berpikir bahwa kerja keras berarti berada di kantor sepanjang waktu. Sementara generasi muda percaya pada fleksibilitas dan efisiensi. Akibatnya, gesekan sering terjadi, dan bisnis sulit menemukan keseimbangan yang sesuai untuk semua pihak.